Kamis, 24 April 2008

Mau Menikah Butuh Apa?

Pertanyaan tanpa jawaban
Apa isi otakmu?
Ketololan belaka?
Oh, aku tau..
nyata benar kau siapa
salah satu dari banyak pasangan yang menghabiskan hari-harinya menjelajah di mal-mal
wisata kuliner di rumah-rumah makan, atau bermesraan di taman-taman yang sepi pengunjung, iih najis..

Mengumbar rayuan, memanipulasi romantisme
memainkan sejuta peran
menghabiskan minggu demi minggu dengan kata-kata yang sama saja
seratus sms gratis dengan kalimat-kalimat, "Uda makan belum, say?"
Lalu apa?

Kau lebih tau rasa bibirnya daripada isi hatinya kan?

semenit sekali berteriak-teriak tentang cinta pada orang yang paling sering kau sakiti hatinya
kau tipu matanya, kau bungkam mulutnya

Apa tau dia tentang pikiran kotormu
pernah kau ceritakan betapa bosannya telingamu pada ocehannya yang itu-itu saja
pernah jujur kalau kau tak se 'suci' penampakanmu
akan terkejut kah dia dengan kenyataan bahwa saat teduhmu cuma sekali seminggu
atau kau yakin tidak, karena dia pun pasti begitu

Dimana kau simpan akal sehatmu, bahwa pernikahan bukan cuma seminggu atau sewindu
apa yang kau pahami dari frasa 'berbagi ranjang'
di sudut-sudut mana di rumahmu kelak akan kau sembunyikan topengmu

Benar-benar bingung
katanya mau menikah, tapi ga bawa apa-apa kecuali cinta
cinta yang sebenarnya sudah habis di ratusan malam minggu sebelumnya
yang tertingal di gedung bioskop atau tergadai di tenda-tenda cafe
Cinta yang sudah terkikis oleh sakit hati
lapuk tertimbun kebohongan demi kebohongan

Cinta, makan tuh cinta..

Besok, kalau aku ditanya perlu apa untuk menikah
aku akan jawab
tak peduli dia batak atau cina
melek atau buta
miskin atau kaya
kuliah di ITB atau Bandung Raya
Anak pelacur atau pendeta

Kami perlu bertengkar seribu satu kali dan perdamaian yang hangat sebagai penyelesaiannya
perlu tau, celana dalamnya diganti berapa hari sekali, upilnya warna apa
pacar-pacar lamanya siapa
berapa banyak istri papanya
warna matanya ketika melihat rupiah
dibelanjakan kemana saja tiap sen uangnya
cara memperlakukan pembantunya atau pengemis dijalan raya
kejujurannya, keterbukaanya
Sikap terhadap dirinya
dimana Allah di hidupnya
perlu..

Dan aku akan menikahinya
tanpa tenda, tanpa catering ratusan juta, tanpa bunga-bunga

Senin, 21 April 2008

The Very Best of Me!

Aku selalu bertanya-tanya, apa yang paling membanggakan yang aku punya. Rupa-rupanya banyak PMK dan Komunitas Kristen, juga beberapa hamba Tuhan sudah mengidentikkan aku dengan Tukul Arwana, pembawa acara empat mata. Entah apa yang identik, mungkin jeleknya (ayolah, aku ga sejelek itu kan? He-he), atau ndeso-nya. Kemarin ada mahasiswa yang bilang, "Bang, abang disama-samain dengan Tukul? Mungkin karena abang juga hobi mencela diri abang kalo lagi khotbah atau ceramah."
Dipikir-pikir, betul juga. Tanpa sadar, pembentuk imej tukul itu ternyata diriku sendiri. Aku penjahat bagi diriku, he-he. Dulu, sukar rasanya menerima omongan jujur orang tentang kelemahanku sendiri. Lah sekarang, malah hobi mencela diri, dan menerima celaan. Kadang-kadang aku takut hobi buruk ku yang baru ini malah jadi 'batu penutup kuburan' bagi orang lain. Tapi ternyata disambut baik, bahkan bagi beberapa mahasiswa, termasuk adik kelompok kecil ku sendiri justru seakan mendapat legitimasi untuk berbuat hal yang sama, bukan terhadap diri mereka tentunya, tapi, lagi-lagi aku yang jadi korbannya. Ga anak bawang (mahasiswa baru, he-he) atau yang udah bangkotan (termasuk rekan2 staf), jadi hobi mengolok-olok apa saja tentang ku. Heran, apa untungnya buat mereka? Mungkin sekadar menyelamatkan diri agar semua cela hanya dan hanya tertuju pada taor, bukan pada mereka.

Berbicara tentang cela-mencela diri, ada banyak orang dipermukaan bumi ini yang anti cela-an. Bahkan sampai habis-habisan mengusahakan agar semua perkataan yang ditujukan padanya bukan cela-an, tapi pujian.
"Duh, kamu cantik"
"Upil mu unik ya!"
"Keren banget, pikiranmu cerdas, (ga biasanya, he-he)!"
"Ya ampun, baik banget, pacar siapa sih?"

Bila dipikir-pikir lagi, sebenarnya ga ada yang pantas di puji dari kita. Secara total kita sudah rusak, iya memang sudah dipulihkan, tapi ingat, kita sudah mati, yang hidup dalam diri kita Kristus. jadi segala pekerjaan baik yang ada pada diri kita diusahakan sepenuhnya oleh Roh Kudus. jadi, segala pujian hanya pantas diberikan bagi dia.
Memberi pujian bagi seseorang jelas menggelapkan maksud dari kepemimpinan Allah di dalam dirinya. Kata beberapa orang yang pura-pura pintar, pujian sangat berguna untuk membangun mental, meningkatkan prestasi. apa betul??
Saya kenal seorang anak yang dibesarkan dengan begitu banyak kata-kata pujian dari orang tuanya. Over dosis, dia malah narsis, dan terkesan angkuh. ya, sikap baik dan ramahnya menutupi sifat narsis dan angkuhnya, tapi tetap saja, dia angkuh. ada suatu keyakinan dalam dirinya, yang mulai dibangun sejak kecil, bahwa dia hebat, , dan berhak akan sukses besar suatu saat nanti. Benar, dia masih berdoa, benar dia masih mengandalkan Tuhan (setidaknya lewat doa-doanya), tapi itu hanya dengan suatu keyakinan, bahwa Allah memilih dia untuk menjadi yang terbaik, karena apa? karena dia layak!
perihal melayani Tuhan, katanya seringkali sama persis seperti menaiki balon udara. semakin tinggi balon udaranya naik, maka semakin tinggi pula kita ikut membumbung ke atas. Semakin dimuliakan Allah lewat hidup dan pelayanan kita, maka semakin tinggi pula pujian dan kekuasaan yang kita dapatkan. begitukah?
TIDAK!!
Hanya Tuhan yang layak dipuji, dan segala cela adalah bagian kita.
Sepertinya, tidak perlu melanjutkan tulisan ini, jelas sekali semua paham maksud ku.
Hal terbaik yang ada pada diriku adalah kebobrokan, kejelekan, kebodohan, dan kehinaan.
Itulah paradoks Alkitab, justru dalam seluruh kehinaan itulah Kasih karunia semakin nyata di dalam hidupku.
Dengan mengerti bahwa Allah berkenan memakai 'sapu usang' ini menjadi alatnya, aku semakin sadar bahwa segala pekerjaan baik yang aku lakukan berasal dari Allah, dan tentu kalau ingin memuji, pujilah DIA!

SOLI DEO GLORI!