Kamis, 08 April 2010

Apa Sumber Inspirasimu


Newton menulis: "We account the Scriptures of God to be the most sublime philosophy. I find more sure marks of authenticity in the Bible than in any profane history whatsoever."

Mungkin kalau seorang Taor yang menyatakan kalimat diatas, tidak akan terlalu berpengaruh. Tetapi jika nama Newton tercatat sebagai ‘pemberi pernyataan’ akan berbeda hasilnya. Ilmuwan paling besar yang hidup di sepanjang sejarah dunia, Michael Hart dalam ‘100 Manusia Paling Berpengaruh Dalam Sejarah’ yang kontroversial itu berani menempatkannya di urutan kedua, di bawah Muhammad dan di atas Yesus Kristus, yang adalah sentral dari seluruh isi Alkitab. Bukti bahwa John Newton memang adalah ‘manusia biasa’ yang paling terkemuka di dunia. Jadi, pendapat dan pernyataannya bukanlah gurauan tukang obat.
Saya pun tergelitik memperhatikan sebagian besar orang Kristen dengan bangga menambahkan Alkitab di profil facebook atau friendster nya dalam daftar buku favorit. Mungkin buku favorit yang jarang disentuh. Pun, kelompok-kelompok kecil di mana-mana tempat persekutuan, menamai kelompok mereka sebagai kelompok PA (Penelaahan Alkitab), tanpa pernah menjadikan Alkitab sebagai objek penelaahan terutama mereka. Tak jarang saya menemukan, banyak mahasiswa kristen yang menganga mulutnya ketika mendengar cerita bahwa usia Daniel ketika dimasukkan ke Gua singa hampir 70 tahun. Atau pengulangan sejarah yang terjadi pada masa tua Samuel, dimana anak-anaknya yang seharusnya menggantikan dia sebagai Hakim di Israel, mengulangi perbuatan jahat Hofni dan Pinehas, anak-anak Eli. Atau, kisah tentang Raja Manasye yang tercatat sebagai raja paling jahat di Yehuda, namun merendahkan diri di hadapan Tuhan di usia di usia tuanya, dan (menurut interpretasi saya) sempat membimbing Yosia cucunya mengenal Tuhan, dan kelak akan menjadi reformator Yehuda. Atau kisah Epafroditus, Apolos (rasul yang jauh lebih pintar dari Paulus), dan kisah-kisah lain.
Di Amerika (mungkin di Indonesia juga), banyak orang yang membaca Purpose Driven Life nya Warren yang terkenal itu, tanpa membaca Alkitab. Di seminar-seminar kristen, banyak dibahas topik-topik fenomenal tanpa melibatkan Alkitab sama sekali. Bahkan suatu kali, saya pernah menghadiri seminar Love, Sex, and Dating di satu PMK, tanpa membuka Alkitab sama sekali. Lalu, para pedagang dan pengejar harta mencoba mengkristiani kan nilai-nilai bisnis, dengan memaksakan ayat-ayat Alkitab berdiri dalam rangkaian pararel dengan prinsip-prinsip bisnis. Ingat pelajaran fisika di SMP? Jika salah satu lampu dalam rangkaian pararel mati, maka lampu-lampu lain masih bisa hidup.
Banyak ahli sejarah yang protes, mengapa Socrates yang hidup sezaman dengan Maleakhi, tidak tercantum di Alkitab. Padahal, Maleakhi yang adalah ‘nabi lokal’ tercatat namanya. Itu menjadi alasan mengapa banyak orang yang berpendapat bahwa Alkitab hanyalah ‘tulisan lokal’ untuk kelompok tertentu. Tidak universal, dan bukan hasil terbaik yang bisa diberikan sejarah bagi perkembangan peradaban dunia. Pemikiran Socrates masih jauh lebih berdampak dan berkualitas dibanding cerita terbaik dari keseluruhan hidup Maleakhi. Lalu studi kritis terhadap Alkitab juga meragukan keberadaan orang pintar seperti Daniel (Beltsazar) pada suatu masa dalam sejarah, berkedudukan tinggi di dinasti-dinasti termasyur, mulai dari Babilon sampai Persia; dari Nebukadnezar sampai Cyrus. Jika Daniel sedemikian pintar dan berhikmat, mengapa namanya hilang dari daftar pemikir-pemikir termasyur sepanjang sejarah? Mengapa pemikiran-pemikirannya terabaikan? Mengapa tidak ada teriakan „EUREKA!!!“ yang tercatat dari mulut para tokoh-tokoh Alkitab?
Jadi jelas, nilai filosofis dari Alkitab, menurut kebanyakan orang tidak sepadan dengan pemikiran-pemikiran dari tokoh non Alkitab. Jika ingin mendengar jawaban-jawaban memabukkan soal keselamatan dan perkara-perkara setelah kematian, silakan baca Alkitab. Tetapi jika kamu sedang diperhadapkan dengan hal-hal nyata, masalah-masalah nyata, dan citarasa nyata, maka Alkitab bukanlah pilihan terbaik. Bagi sebagian orang, sangat picik untuk berharap akan jalan keluar bagi perkara cinta dari Alkitab. Atau yang lebih rumit, mampukah Alkitab berbicara soal sistem politik ideal, yang dapat diimplementasikan di Republik tercinta ini? Apakah jawaban Alkitab tentang perkawinan campur (antar keyakinan) tidak terdengar ortodoks dan menentang norma kasih?
Saya terkejut mendengar tanggapan tak terduga dari seorang mahasiswi menjelaskan pendapatnya soal kelompok PA di kampusnya: „Bang, komunitas jomlo terbesar di kampus ini ada di kelompok-kelompok PA itu.“ Wow, menurutnya Alkitab relevan untuk menjadikan seseorang menjadi lebih sering tersenyum, tapi gagal untuk memberi kiat-kiat efektif mencari pasangan.
Ada pendapat yang menganggap bahwa Alkitab tidak bisa berdiri sendiri. Alkitab harus dilengkapi oleh pemikiran-pemikiran dan kebenaran-kebenaran lain yang berbobot. Alkitab harus bersintesa dengan kebudayaan, pemikiran zaman, dan bahkan keyakinan-keyakinan yang lain. Saya ingat nama seorang pemikir Gereja yaitu Tertulianus (160-222M) berpendapat bahwa mempelajari filsafat yunani (helenisme) dan filsafat non Alkitab lainnya adalah sia-sia dan berbahaya. Walaupun ternyata ada juga pemikir kristen lain yang sezaman dengan Tertulianus, yaitu Yustinus Martir, Klemens dari Alexandria, dan Origenes mempelajari filsafat yunani. Bahkan Gregorius dan Basilius Agung (330-390) mencoba menciptkan sebuah sintesa antara kekristenan (Alkitab) dengan kebudayaan yunani, yang diklaim tidak mengkompromikan prinsip-prinsip Alkitab. Tapi tetap saja ada kelemahan; ada beberapa tulisan bapa gereja abad itu yang kental neoplatonis. Benarlah: Tak ada gading yang tak retak.
Suatu tulisan agung yang penuh pemikiran-pemikiran tajam De Civitate Dea (kota Allah) oleh Agustinus (Bapak Gereja) pun masih dipengaruhi oleh pemikiran Plato, walaupun ia sangat ketat berpegang pada Alkitab.
Lalu sebenarnya, apa maksud tulisan saya ini?
Saya ingin menegur para saudara-saudara seiman yang kurang suka bergelut dengan prinsip-prinsip, pemikiran-pemikiran, dan kisah-kisah Alkitab, untuk menjadikan Alkitab benar-benar menjadi ‘sumber filsafat yang paling mulia’. Malulah jika sebagai aktivis kristen anda lebih banyak berkubang dalam pemikiran-pemikiran orang lain, dibanding Alkitab. Termasuk jika menjadikan pemikiran para tokoh geraja terdahulu sebagai sumber inspirasi utama dalam menjawab segala macam pertanyaan. Gregorius, Tertulianus, Agustinus, Luther, dan Zwingli, Calvin, dan Wesley adalah pemikir dan ‘pencari jawaban’ pada zamannya. Memang banyak pemikiran mereka yang melampaui zamannya, namun tetap saja, kita sebagai anak Allah yang hidup pada zaman ini bertanggung jawab untuk menginterpretasikan dan mengimplementasikan Alkitab secara benar dan kontekstual, untuk zaman ini. Zaman ini adalah zaman dimana kebenaran dan kepalsuan menjadi relatif, zaman dimana terjadi peperangan antara pemikiran yang satu dengan pemikiran yang lain. Ada kelompok yang sangat aktif dan produktif mengeluarkan dan mendekritkan doktrin-doktrin dan pemikiran-pemikirannya.
Terorisme bukanlah kemenangan kaum ekstrimis dalam menanamkan doktrin mereka kedalam diri pelaku teror, namun kegagalan berbagai kalangan untuk secara produktif menghasilkan, menyebarkan, dan mengimplementasikan prinsip agama dan nasionalisme secara sederhana, kontekstual, dan bermutu.
Materialisme, hedonisme, anarkisme, dan isme-isme lain yang semakin marak bukanlah kemenangan kelompok-kelopmok tertentu, namun harus dimaknai sebagai kegagalan orang-orang kristen menghasilkan secara produktif nilai-nilai Alkitab yang kontekstual dan aplikatif dalam menjawab berbagai permasalahan. Orang kristen lebih bersifat reaktif dan solutif; ketimbang antipatif dan produktif.
Mari kita benar-benar menjadikan Alkitab sebagai sumber inspirasi terbesar kita. Belajar secara mendalam, akan apa yang dikatakan Allah bagi kita, dan dunia. Ingat, bapak-bapak gereja seperti Agustinus dan Gregoryus saja, bisa terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran plato dan pemikiran non Alkitab lainnya. Apalagi kita, yang tidak terbiasa bergelut dengan Alkitab, jangan-jangan kita sudah sedemikian dalam ditenggelamkan oleh pengajaran-pengajaran, prinsip-prinsip, dan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Alkitab. Bacalah 2 Timotius 3: 16-17! Kalimat terakhir mengatakan: dengan demikian setiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. Sudah seharusnya setiap keterampilan, pengetahuan, dan inspirasi yang kita dapat bertitik tolak dari pemahaman yang alkitabiah. Jika tidak, tidak ada jaminan bahwa seiap tindakan yang kita lakukan masuk kategori ‚baik‘ alias BENAR!!
Mari membangun gerakan dimana-mana, dimulai dari pemahaman Alkitab yang benar!!

Tidak ada komentar: