Kamis, 08 April 2010

ARTI USIA 27 BAGIKU


Aku membuat sebuah catatan dengan judul 'things to do before 27' pada tahun 2005 yang lalu, tepatnya sudah lima tahun berjalan. KEmarin ketika ada kesempatan membukanya kembali, hanya dua dari tujuh mimpi yang menjadi kenyataan. Lima lainnya dibungkus dalam dua itu; artinya ketidak- terwujudan kelima yang lain sangat banyak karena sumbangsih mimpi pertama dan kedua.

Begitulah manusia, tidak mengetahui apa yang diinginkannya, tidak melihat jauh kedepan, dan tidak mampu mengatur hidupnya. Dengan semangat yang sama, setiap orang merangkai keinginannya seolah dia lah orang bijaksana yang bisa mengatur seluruh jalan-jalan hidupnya. Aku mengerti sekarang, karena dulu pernah menuliskan keinginanku, sehingga jelas bagiku, 'sekaliber apa otakku' dan 'sehebat apa diriku'. NOL BESAR; ibarat kate (meminjam istilah BEnyamin S. di pelem si DOEL): merangkai rencana untuk menghabisi nyawa sendiri.

Dulu, aku menginginkan sudah menikah di usia 27; KESAMPAIAN. Embel-embel harus dengan cewek cakep yang cakap, pun kesampaian. Padahal modal untuk itu nihil (bukan modal uang maksudku, itu bisa dicari.. modal lain, yang kalo kalian lihat foto nikah kami, kalian pastilah tahu. tapi t-s-t lah kita. tidak usah digembar gemborkan, karena tanpa itu semua orang pun pasti sadar). Aku meletakkan pilihan bijak dan tepat, apalagi ternyata mimpi pertama ini menjadi syarat yang harus terpenuhi untuk menjalani mimpi kedua: MENJADI PELAYAN. Kesampaian juga; sekarang aku menjadi (hampir) pelayan di salah satu lembaga misi untuk mahasiswa. Dan setelah menjalani lebih dari empat tahun hidup sebagai staf di lembaga itu, 3 bulan pertama dari tahun kelima terasa berbeda. Kehadiran istri memberikan penguatan yang membuat aku lepas dari 'keinginan-keinginan memberontak'.

Aku bayangkan, seandainya saja aku belum menikah, atau menikah dengan orang yang kurang tepat, akan beda ceritanya. Setiap hari akan berubah menjadi keluhan-keluhan yang tak terucapkan, menyalahkan diri, dan orang lain (ini akan lebih banyak), dan menjalani hari-hari tak ubahnya sebagai tahanan kehidupan. Bersyukur, mimpi pertama ku masih sejalan dengan yang ke dua.

Tapi malang nasibnya mimpi-mimpi seterusnya, aku mulai melihat hal-hal yang secara natural diam di hatiku, sebagai (waktu itu) lulusan baru yang penuh ambisi. Aset, sekolah lanjut, keliling eropa, dan dua mimpi lain yang terlalu memalukan untuk ditampilkan. Bagaimana mungkin, seorang 'pelayan' yang bahkan tidak pernah menerima gaji sejak tahun pertamanya 'bekerja' mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mimpi-mimpi seperti itu? Untuk hidup sampai saat ini saja adalah kasih karunia. Kebahagiaan yang dicapai sungguh tidak terbayar, bahkan tanpa mimpi-mimpi itu.

Benar, kebahagiaan itu telah bergeser. Kupikir dulu, tidak ada yang lebih membahagiakan ketimbang meraih PhD di usia ini. Itu akan menjadi pencapaian fenomenal untuk ukuran seorang anak siantar (TOZAI tepatnya. setengah orang siantar bahkan meragukan tozai sebagai bagian dari 'kota' siantar. ckckckckck..) dan membawa ku kepuncak kebahagiaan. Tapi ternyata, ucapan 'aku mencintaimu, dengan setulus hatiku' dari istri sendiri (bukan istri orang) justru di saat-saat terberat dalam hidup telah menjadi kebahagiaan yang jauh lebih bernilai. Takkan aku tukar, dengan PhD dari HARVARD sekalipun. Akan terdengar klise, bila belum mendengar kisahku, tapi akan lebih klise bila kisah itu kuceritakan di catatan ini.

Dulu, kebahagiaan pun aku gambarkan dengan menerima karangan bunga ketika mendarat di bandara suatu negara, untuk mengajar beberapa sesi disana. Tapi (semoga aku berhasil tidak melebih-lebihkan kisah ini) semuanya luluh ketika sabtu kemarin, di sebuah ruangan kecil, diantara beberapa mahasiswa, aku menerima 'kado ulang tahun' dengan pita coklat. bukan kado nya, tetapi mahasiswanya, telah membuat aku hampir meneteskan air mata. Semoga kado itu berarti, mereka sedang memberi sedikit 'penghormatan' kepada seorang staf muda yang eksentrik, yang telah mengacaukan hidup mereka dengan teriakan-teriakan. Dan itu juga adalah kebahagiaan puncak bagiku. Tania tahu (karena memang dia tahu) betapa bahagianya aku.

Arti usia 27 bagiku adalah: bersyukur, berdoa, dan berharap (meminjam kalimat mantan ketua komunitas mawar merah..); bersyukur untuk semua hal yang telah dijadikannya bagiku (melebihi yang bisa kurangkai), berdoa untuk orang-orang terkasih yang Tuhan ijinkan mengelilingi ku, dan berharap agar sisa hidupku benar-benar bisa memberi arti kepada istriku, anakku, mama dan adik-adikku, keluarga besarku, sahabat-sahabatku, anak-anak rohaniku, bangsaku bangsa batak, negaraku Indonesia, Gereja Tuhan ku, orang-orang yang belum kukenal namun masih akan menambah deretan nama di hidupku, dan akhirnya TUHAN ku dipermuliakan lewat semuanya itu. Lihat, betapa panjangnya daftar ini, dan betapa singkatnya waktu-waktu yang tersedia, dan semakin sadarlah aku, betapa sia-sianya jika hidup singkat yang kumiliki harus dihabiskan dengan pencarian terhadap mimpi-mimpi yang dulu kumiliki. Mereka tidak butuh orang kaya, orang bertitel s3, orang yang punya pengalaman keliling dunia, untuk memberi sedikit kenangan bagi hidup mereka. Entah pula, justru semuanya itu malah membuat aku yang menjadi pusat perhatian dan menuntut sesuatu dari semua..

Tidak ada komentar: